Berawal dari tekad dan semangat pantang menyerah, Ilfan Rainnudin bersama istrinya, Asbeti Sasaki Putri, telah berhasil mengangkat kebaya sebagai busana tradisional Indonesia ke panggung internasional. Bersama istrinya, CEO Jaleela, Ilfan, yang kini berusia 37 tahun, merupakan seorang lulusan Teknik ITB yang memiliki pengalaman enam tahun bekerja di Newmont, memulai perjalanan bisnis mereka pada Februari 2018.
Setelah Ilfan memutuskan untuk pensiun dini dari Newmont, pasangan ini menghadapi tantangan besar ketika gempa bumi mengguncang wilayah Lombok pada bulan Juni kala itu. Walaupun begitu, pada tahun 2019, usaha mereka mulai berkembang. Hanya dengan dua karyawan pada awalnya, kini Jaleela telah mempekerjakan 78 orang karyawan lokal, dengan 90 persen di antaranya adalah wanita.
“Kami memulai dengan tekad kuat untuk tidak hanya membangun bisnis, tetapi juga memberikan peluang bagi masyarakat lokal, terutama perempuan,” ujar Ilfan saat ditemui, Sabtu.
Saat ini, Jaleela didukung oleh tim yang terdiri dari penjahit berbakat, konten kreator, dan desainer fashion. Selain itu saat ini, Jaleela juga dipercaya sebagai pusat praktikum bagi siswa SMK 1 Mataram dan SMK 5 Labuapi. Dua sekolah Kejuruan yang membuka program studi jurusan fashion.
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik bagi Jaleela. Mereka dipaksa untuk beradaptasi dengan dunia digital, dan upaya ini membuahkan hasil manis. Dalam waktu singkat, akun Instagram mereka (@Jaleela.id) melonjak dari di bawah 10 ribu pengikut menjadi 360 ribu pengikut. Keberhasilan ini juga membuka pintu bagi Jaleela untuk memperluas pasar ke Malaysia dan Singapura melalui platform penjualan online Shopee pada tahun 2020.
Bermarkas besar di Jalan Adisucipto No. 75, Ampenan, Mataram, Jaleela kini memproduksi 2-3 ribu kebaya setiap bulan dengan omzet ratusan juta rupiah. Kebaya ini telah dikenakan dalam berbagai acara formal, mulai dari wisuda, pernikahan hingga acara resmi kenegaraan dan bahkan tampil dalam sountrack musik serial populer “Gadis Kretek” yang diperankan oleh aktris kesohor Dian Sastro.
Minat dari pasar internasional, terutama Malaysia, sangat tinggi dengan ribuan kebaya telah terjual.
“Kami sangat bersyukur dengan respon positif dari pasar luar negeri. Ini membuktikan bahwa kebaya bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga diminati di seluruh dunia,” tutup Ilfan.
Tidak hanya sampai di situ, bisnis mereka terus berkembang dengan pembukaan outlet di Epicentrum Mall Mataram pada tahun 2023 dan rencana ekspansi ke Bandung pada Maret 2024 serta Jakarta pada Juli 2024. Jaleela juga telah meluncurkan dua sister brand yakni Mera Enjenar dan Sehasta Rasa, yang masing-masing menawarkan kebaya dengan harga lebih terjangkau dan eksklusif. Jika Jaleela sendiri dijual dengan harga kisaran Rp.700 ribu-Rp.1 Jutaan, Mera Jenar dilepas ke pasar dengan harga yang lebih kompetitif untuk kalangan menegah kebawah antara Rp.250-500 ribuan. Sedangkan untuk brand Sehasta Rasa dijual untuk kategori High Price mulai dari harga Rp.2 jutaan ke atas.
Ilfan, yang berasal dari Sumbawa dengan ibu dari Lombok Timur, mengaku bangga dengan kontribusinya dalam mengangkat budaya lokal melalui kebaya.
“Kami melihat kebaya sebagai pasar yang belum banyak digarap oleh pebisnis lain. Selain memiliki nilai estetika tinggi, kebaya juga mengangkat khazanah budaya bangsa sebagai pakaian adat daerah,” tambah Ilfan.
Jaleela adalah bukti nyata bahwa dengan inovasi, ketekunan, dan cinta pada budaya, produk lokal dapat bersaing di pasar global. Pasangan Ilfan dan Asbeti patut menjadi inspirasi bagi banyak orang, dengan perjalanan bisnis mereka yang memadukan tradisi dan modernitas, menciptakan warisan yang membanggakan bagi Indonesia.