Korespoden Koranmerah (Selasa,24/4)
Konstalasi politik jelang pemilihan Kepala Daerah di Propinsi NTB kian panas.Sejumlah element masyarakat semakin menunjukkan kemana arah dukungannya.Saling sindir dan saling serang antar para pendukung semakin gencar,terutama di dunia maya.para pendukungpun menggunakan istilah istilah tersendiri untuk memantik simpati halayak ramai.salah satunya adalah Bile Raweng,yang dalam pengertian bahasa harfiah membela keluarga mati-matian.
Menurut ketua Garda NTB,Junaidi Supradyn Akbar.Bile rawang tidak tepat digunakan dalam pilkada NTB saat ini,karena berpotensi memecah belah.apalagi dikaitkan dengan suku atau kewilayahan.dimana NTB terdiri dari pulau Lombok dan Sumbawa.
“Istilah bile rawang itu tidak cocok,dan itu bahasa feodal.tidak boleh digunakan dalam pilkada NTB saat ini, karena bertentangan dengan azas demokrasi yang tak mengenal suku dan kewilayahan.”ujar Junaidi.
Junaidi menyayangkan isitilah bile raweng itu di gaungkan,karena tidak memberikan pelajaran politik yang baik bagi masyarakat.bahkan istilah tersebut membuat kemunduran dalam berpolitik.
“Itu istilah zaman dulu yang digunakan pada masa perang.ini bukan perang.ini mencari pemimpin yang terbaik untuk NTB.tidak boleh ada sekat seperti itu.ini pembodohan kepada masyarakat.”jelas pria asal Lombok Tengah ini.
Untuk itu junaidi berharap masyarakat cerdas dalam memilih.tidak boleh terpengaruh dengan istilah yang berpotensi menyalahi demokrasi.
“Jadi jangan pake bahasa bahasa feodal.bahasa yang tidak mencerdaskan masyarakat,tidak baik.jadi tugas kita untuk mengajak orang untuk cerdas memilih agar tidak ditipu dalam memilih.memilih pemimpin yang berkualitas yang mampu membawa perubahan bagi NTB kedepan.”pungkas pentolan LSM ini.
Seperti di ketahui,calon gubernur NTB 3 berasal pulau Lombok dan 1 dari pulau Sumbawa,yakni Zulkiflimansyah.Sementara itu,Suhaili FT berasal dari Lombok Tengah,Ahyar Abduh dari Mataram dan Ali bin Dahlan dari Lombok Timur.
