Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat, memicu kontroversi dengan mengeluarkan kebijakan baru yang meminta siswa SMA dan SMK di wilayah tersebut untuk masuk sekolah pada pukul 05.00 WITA.
Sejak pengumuman tersebut, banyak pihak yang mengecam kebijakan tersebut dan menilai bahwa kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan berbagai aspek, seperti persiapan siswa dan orang tua, kondisi sarana dan prasarana sekolah, serta kebutuhan waktu tidur manusia.
Salah satu pihak yang mengkritik kebijakan tersebut adalah Rocky Gerung, seorang akademisi dan intelektual publik. Ia menyoroti persiapan siswa yang harus dilakukan sejak pukul 03.00 WITA, termasuk waktu tidur yang cukup, persiapan sarapan, dan persiapan lainnya. Ia juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak memperhitungkan faktor keamanan dan kesehatan siswa, seperti potensi kecelakaan dan risiko kurang tidur.
“Lalu, apa pentingnya (masuk jam 5 pagi), dan harus dipastikan kurikulum itu mendasar,” tandasnya.
Tidak hanya itu, Rocky Gerung juga menyebut bahwa kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan peran orang tua dalam mempersiapkan anak-anak untuk sekolah. Sebagai contoh, pada pukul 05.00 WITA, tukang sayur masih belum lewat, sehingga sulit untuk menyiapkan sarapan yang cukup untuk anak-anak. Ia juga menilai bahwa kebijakan tersebut dapat menimbulkan masalah baru dalam rumah tangga, seperti jika anak-anak harus diantar ke sekolah dengan motor, sementara orang tua masih dalam kondisi tidur.
“Kalau diantar pakai motor bapaknya, bapaknya masih tidur tuh. Jadi akan ada kekacauan dalam rumah tangga.” katanya.
Pengamat pendidikan, Doni Koesoema, juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak akan menyelesaikan akar persoalan pendidikan di NTT. Menurutnya, masalah pendidikan di wilayah tersebut lebih pada kualitas guru serta sarana dan prasarana sekolah. Ia menyarankan bahwa kebijakan pendidikan harus dilakukan berdasarkan kajian dan riset yang baik, serta melibatkan dialog yang intens dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, sekolah, pengelola, orangtua, dan siswa yang terkena dampak.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur NTT menyebut kebijakan tersebut sebagai upaya untuk menuntaskan akar permasalahan pendidikan di wilayah tersebut.
“Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 WITA. Pukul 04.30 WITA, mereka sudah harus jalan ke sekolah sehingga pukul 05.00 WITA sudah harus di sekolah. Supaya apa? Itu etos kerja,” ujar Viktor dalam video.
Hal itu dia sampaikan saat melakukan pertemuan bersama kepala sekolah pada Kamis (23/2) yang terekam dalam sebuah video berdurasi 1 menit 43 detik dan beredar di media sosial.
Menurutnya, anak setingkat SMA biasa tidur pukul 22.00 WITA dan bangun pukul 04.00 WITA. Dia yakin kebijakan baru itu akan terasa berat lantaran perubahan membutuhkan pengorbanan.
“Semua yang melakukan perubahan itu pasti sakit,” tuturnya.
Namun, sejauh ini banyak yang meragukan efektivitas kebijakan tersebut dan menilai bahwa kebijakan tersebut memicu kontroversi dan kritik yang banyak.
“Saya tidak ingin menyebutnya kebijakan, tetapi ini adalah pengumuman. Kami dari Komisi V menolak penerapan sekolah jam 05.30 pagi,” kata Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa, Kamis (2/3/2023).seperti dilansir suara.com.
Terlebih lagi, kebijakan tersebut juga tidak mempertimbangkan berbagai aspek yang penting dalam pendidikan, seperti kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan siswa serta kualitas guru dan sarana dan prasarana sekolah. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang efektif dan berkelanjutan di NTT.
“Jujur kami dari DPRD kaget dengan kebijakan ini, karena itu kami juga minta agar perlu dilakukan pengkajian soal aturan itu,” pungkas Yunus.